Berita berdasarkan Abjad :

  A   B   C   D   E   F   G   H   I   J   K   L  M   N  O   P  Q   R   S   T   U   V   W   X   Y Z
« »

Penolakan Bailout Cetak Sejarah Kelam Ekonomi Dunia

WASHINGTON - Ekonomi Amerika Serikat kembali menoreh tinta merah dalam sejarah ekonomi dunia pada abad ini. Bursa global luluh lantak terimbas penolakan kebijakan bailout USD700 miliar.

Pelaku pasar di lantai Wall Street dilanda kepanikan yang luar biasa. Hampir semua pialang di lantai bursa Negeri Paman Sam itu, mengambil aksi jual secara besar-besaran. Tak ayal kondisi ini membuat saham-saham kelas kakap berguguran, utamanya saham perbankan.

Indeks Dow Jones terpantau terpukul sangat dalam, terendah dalam satu dekade. Indeks turun 777,68 poin atau 6,98 persen ke posisi 10.365,45. Angka ini terendah dalam pada 11 September 2001. Saat itu, indeks turun 684 poin, akibat serangan ke menara kembar WTC, atau lebih dikenal dengan tragedi 911. Semetara, Indeks Nasdaq turun 199,61 poin atau 9,14 persen ke posisi 1.983,73.

Isu bailout menjadi perbincangan utama di hampir media Amerika. Para pelaku pasar juga rata-rata mengaku terpukul dengan kondisi ini. Mereka langsung menarik dana dari lantai bursa untuk mengamankan portofolionya. Mereka khawatir, dengan penolakan ini maka ekonomi Amerika semakin dibayangi ketidakpastian dan awan kelam akan terus membayangi mereka.

"Bagaimana ini bisa terjadi? apakah ada sesuatu yang tidak menyambung di antara pucuk pimpiman? Ini menjadi masalah yang sangat besar, Wall Street menjadi tidak nyaman dengan penuh ketidakpastian," ujar Managing Director Rosenblatt Securities Gordon Charlop, seperti dikutip Associated Press (AP), Selasa (30/9/2008).

Menurut para analis setempat, kejatuhan bursa secara besar-besaran ini harus segera ditangani. Secara psikologis pelaku pasar panik, dan hiingga saat ini belum ada pernyataan atau aksi yang membuat pasar merasa nyaman. Sayangnya, hal itu juga dilontarkan oleh Menteri Keuangan AS Hendry Paulson, yang notabenenya menjadi acuan pasar.

"Kita membutuhkan sesuatu langkah dan bekerja sama untuk mengatasi hal ini. Kita membutuhkan aksi penyelamatan secepatnya," ujarnya.

Kalimat yang dilontarkan Hendry justru membuat pasar semakin tidak menentu. Sebab, apa yang dilontrakan merefleksikan hingga saat ini para pemegang kebijakan fiskal dan moneter setempat belum akan melakukan tindakan apapun.

Tidak ada komentar: