Zeronews - Finance. Investor asing cenderung untuk meninggalkan aset-aset di negara berkembang. Namun tidak untuk Indonesia, yang menurut Departemen Keuangan belum ditinggalkan oleh investor asing."Analis yang mengatakan investor asing lari dari Indonesia sama sekali tidak mendasar," jelas Dirjen Pengelolaan Utang Depkeu Rahmat Waluyanto kepada detikFinance, Selasa (2/9/2008).
Rahmat menanggapi laporan dari Biro Hubungan dan Studi Internasional Direktorat Internasional BI yang ditulis sebelumnya. Dalam laporan itu dikatakan bahwa karena masih tingginya risiko sebagai dampak dari krisis kredit di AS, maka investor pun beralih mencari investasi dengan risiko rendah.
"Investor dunia cenderung menjauhi aset yang dikategorikan berisiko, termasuk obligasi korporasi dunia dan obligasi negara berkembang," tulis laporan tersebut yang memang tidak secara spesifik menyebut Indonesia itu.
Rahmat mengaku tak sepenuhnya sependapat bahwa obligasi negara berkembang dijauhi investor asing. Imbal hasil obligasi negara di AS dan Eropa, lanjut Rahmat, faktanya justru lebih rendah dibandingkan di emerging markets.
Ia menjelaskan, meskipun yield di AS, Eropa lebih rendah tapi sebagian asing cenderung mengalihkan dananya ke AS dan Eropa (flight to quality), karena investor global mempunyai persepsi bahwa dalam situasi pasar yang masih volatile, maka risiko pasar dan default di negara berkembang atau emerging markets relatif tinggi.
"Sehingga mereka mengalihkan sebagian dananya ke AS, Eropa. Untuk kasus Indonesia berbeda, dengan prospek fundamental ekonomi yang semakin baik dan stabilitas politik terjaga, kepercayaan investor asing masih tinggi," urai Rahmat.
Indikator utama masih berminatnya investor asing di Indonesia antara lain Kepemilikan surat utang negara (SUN) oleh asing terus meningkat dan 70% SUN yang dimiliki berdurasi diatas 5 tahun. Saat ini sudah 19,96% atau sekitar Rp 106,7 triliun, naik dari 16.36% atau Rp78,16 triliun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar